Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2021

Pemerintah Gagal Total Melalui Pelayanan Rumah Sakit - Puskesmas

Gambar
Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Pelayanan pasien mulai dari administrasi vaksinasi dan swab tes sebagai syarat untuk mendapatkan rujukan ke rumah sakit lain. Kesemuanya mempersulit bahkan memperlambat para pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang intensif dan maksimal. Hal ini juga diperparah dengan minimnya peralatan medis mulai dari obat-obatan, tabung oksigen, dan sebagainya di rumah sakit menjadi faktor utama dalam ketidakselamatkan para pasien.  Semua ini tidak terlepas dari peran pemerintah yang seharusnya menyiapkan segala keperluan medis ditengah situasi pandemi bahkan tidak pandemi sekalipun. Tapi lagi-lagi kenyataan membuktikan lain, pemerintah malah tidak serius dalam masalah Kesehatan hari ini, mereka lebih sibuk melakukan segala regulasi kebijakan penanaman modal yang menguntungkan para kaum elit politik; vaksin, swab tes, yang kesemuanya tentu tidak gratis alia

Mulailah Dari Diri Sendiri

Gambar
Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Di kampus itu bukan hanya sebatas transfer ilmu, kalau tujuannya hanya sebatas transfer ilmu tidak usah kuliah, kalian bisa temukan ilmu di google bahkan lebih terperinci dibandingkan apa yang diajarkan di kampus (kuliah aja di google) hehe.  Di kampus itu prinsipnya bukan hidup sendiri-sendiri (individualis), tapi hidup berkelompok (sosial). Saling bergantung satu sama lain. Saling peduli antar kawan (membangun jiwa solidaritas), bukan bersaing antara sesama (kampus dijadikan ajang kompetisi). Kalau mau bersaing/kompetisi dalam merebut juara tidak usah kuliah, ikut saja turnamen-turnamen yang disediakan negara saat ini.  Kampus itu bukan tempat membentuk karakter, tapi tempat perkelahian pikiran. kalau mau bentuk karakter kembali aja dijaman  SD dan SMP. Karena di sana (SD-SMP) adalah tempat dan waktu pembentukan karakter siswa. Mulailah berpikir merd

Puisi: Emansipasi Alam Semesta

Gambar
Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Aku menemukanmu, dalam tetesan hujan yang mampir lewat jendela, lalu membasahi sedikit kepekaan Aku menemukanmu, lewat angin ribut yang memorak-porandakan rasa di bawah gugusan awan Aku menemukanmu, di tepian danau Tolire yang kala itu menjelma sebagai pelangi dikedalaman penantian Aku menemukanmu, kala tersesat di puncak Gamkonora, dihamparan padang rumput yang bernyanyi riang bersama harapan pendakian Aku menemukanmu, saat kembali mengumpulkan sisa-sisa rindu yang jatuh di telaga Nita Lalu aku menemukanmu, dan terus menemukanmu disetiap sudut ruang emansipasi alam semesta Maffa, 24 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~ Oiya, buat yang pengen tau keseharian penulis, follow aja sosmed di bawah ini...  Followaksarajingga21.blogspot.com Follow Facebook: Alfan M Baba Faroek Follow Instagram: @aksrjin

Puisi: Tradisi Malam

Lima malam sebelum pecah abusinasi Berbagai tragedi kian liar dalam abstraksi Tiup meniup sampai benteng diri ilusi Sudah menjadi tradisi  Tradisi kolot  Serangan membabi buta tanpa otot Satu persatu tokoh tumbang begitu saja Hah! Keparat  Jiwa-jiwa yang masih hidup  Memanggil arwah yang bergentayangan Hati menjadi busuk mata tertutup Bajingan! Persembahan demi persembahan Nyawa sekalipun akan mereka berikan Tak puas dengan ketetapan Tuhan Setan pun mereka jadikan kawan untuk taruhan Maffa, 24 Februari 2021  ~Jejak Langkah~

Puisi: Pemburu Sepi

Dalam tenang yang menuai candu Perlahan aksara jingga meruntuhkan dinding-dinding rindu  Satu persatu kata mulai dipecundangi ilusi Puisi demi puisi hanyalah taman bunga yang nampak layu dan basi Menyatu dan lenyap bersama mimpi Angan terkubur selamanya Hei... Si pemburu sepi Masih kah kau apatis dan tak mau peduli padanya? Taburan melati dimakam itu tanda duka yang berdarah-darah Kelopak mawar tak pantas kau samaikan dalam sukmanya Ia lebih berharga dari bunga-bunga api yang pernah jatuh ke tanah Pemilik dari senyum Rinaya Lorong rindu kini beranak pinak dihati Hati yang terjebak dalam nostalgia masa lalu Dalam harap yang menanti  Hingga pada sadar yang dibunuh malu Kala itu Genggaman jemari yang menari-nari Nafas berparas mentari Telah membumi hanguskan aku Kini Musim telah jauh berubah Daun-daun banyak berguguran Ranting-ranting banyak yang patah Patah ditengah badai membuat segala harap hilang Kita menjadi pohon-pohon yang tumbang sebelum ditebang Akar terkubur dalam padang pasir l

Curhatan Revolusi

Katanya mahasiswa, katanya seorang terpelajar. Tapi, ketika negara ini begitu banyak terjadi problematika sosial, hukum, ekonomi, politik, agama, dan budaya . Ia ( mahasiswa/terpelajar) dengan bangga menundukkan muka sebagai tanda penghormatan kepada rezim yang jelas-jelas menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara.  Lebih parahnya ia ( mahasiswa/terpelajar) tidak pernah melakukan upaya pembelaan kepada rakyat tertindas, setidaknya kalau tidak turun kejalan alangkah baiknya gunakan media sebagai sarana perjuangan untuk mendukung perjuangan rakyat tertindas.  Bagi mereka "kata mahasiswa" hanyalah sebuah nama yang terpajang di kamar kosong. Padahal kebanyakan dari mereka adalah anak parah buruh, petani, nelayan, dan kaum miskin kota. Yang secara nyata merupakan kaum tertindas. Dan sekarang kita dihadapi oleh persoalan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang tidak pro terhadap buruh. Tetapi mengapa anak-anak mereka yang saat ini berstatus mahasiswa/terpelajar tidak peduli dan masa

Rendah Hati, Bikin Hati Tua, Ingat Orang Tua

Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Selalu saja, nasihat-nasihat itu selalu menghampiri ku dikala semua orang sibuk mengatur dunia dengan segala pernak perniknya (oportunisme). Rendah hati, bikin hati tua, inga orang tua (rakyat) "kata mereka" dari arah yang semakin dekat dan tak terbaca.  Dihari itu, ketika aku seorang diri sedang berada di Tempat Ibadah (masjid) ada seorang kakek yang menghampiri ku dan berkata "selalu rendah hati, dan bekerja" jika ingin berhasil (hukum materialisme). Selanjutnya, ketika aku berada di Rumah Sakit lagi-lagi ada seorang kakek yang mendekati ku dan berkata "bikin hati tua" karena dunia setiap detik, menit, dan jam berubah (hukum dialektika). Dan terakhir, ketika aku lagi di kampus ada seorang kakek yang berkata kepada ku "inga orang tua" sebab mereka adalah menandakan dari mana anda berasal (hukum historis) Setelah ketiga peri

Puisi: Manusia Langit

Pada malam-malam dingin tak bertuan Di balik nur ilahi Al-Qur'an Tentang kebenaran yang melangit Tentang keagungan yang membumi Telah ku semai benih-benih Al-Ikhlas Agar perjalanan tidak was-was Sembari ku petik Adz-Dzikir Dengan mengikuti takdir Pada sukma yang telah menuah Aku berjalan menuju Al-fatihah Berharap menuntun pada Al-Kahfi Lalu membawa pada kedamaian hakiki Manusia langit Sufi yang memeluk sang Khalik Bersama naungan malam Jum'at Semoga kelak tersemogakan syafaat Maffa, 3 Juli 2020 ~Jejak Langkah~

Puisi: Papa

Disamping taman kasturi penuh bunga, aku menjagamu sebelum detak jantung itu terhenti selamanya, harum semerbak bau mu, menembus hingga ke rongga hidung ku Bau khas pakaian mu masih melekat kuat dalam ingatan, masih tetap terjaga sepanjang jalan, jalan yang nantinya akan kami lewati, bersama mama, saudara, hingga keluarga Papa, satu kata yang menjadikannya puisi, menjadikannya abadi didasar hati, menjadikannya tak pernah mati dimata ku. Tak ada yang lebih sakral sepanjang waktu, ketika aku menabur daun pondak di makam mu, menabur doa-doa suci diwaktu pagi, dikelilingi gerimis yang membasahi bumi Maffa, 06 September 2021 ~Jejak Langkah~

Puisi: Rindu Semakin Menggigil

Tepat dimalam ini  Rindu berlabuh dihati Dari persekian detik yang berlalu Kini menjadi lembaran masa lalu Kita pernah menjadi satu  Dari dua pasang hati yang sengaja menyatu Dan iya aku masih tekun merinduimu Seperti yang tidak kau tahu Kita pernah berbincang begitu panjang Hingga lupa waktu untuk tidur Persis dimalam ini yang begitu dingin Rindu semakin menggigil  Langit begitu teduh malam ini Gemintang semakin indah di angkasa Malam begitu panjang  Ketika bulan tak pernah usai bersinar Maffa, 20 Agustus 2021 ~Jejak Langkah~

Republik Jenaka Bersama Teh Botol Sosro

Hari ini Ah, aku lupa bukan hari ini saja tapi dari jaman kolot hingga jaman modern yang canggih hari ini.Kita yang di Timur masih saja dipersulit untuk bebas terbang kemana-mana, padahal kita adalah Cenderawasih yang menawan dipandang mata (kaya akan sumber daya alam).  Bangkitnya kesadaran (Perjuangan melawan penindasan) dimulai dari ufuk Timur. Tapi, lagi-lagi "Cahaya dari Timur" telah di jadikan judul film dalam salah satu stasiun televisi swasta yang disulap menjadi ala kapitalisme. Ah bangsat abu tungku! Kami Timur punya emas, nikel, dan masih banyak lagi yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu. Tapi sampai hari ini emas pun kami tak punya, apalagi nikel. Semua kekayaan alam dari Timur diperuntukkan untuk pejabat negara di kemas dalam isu " kesejahteraan rakyat" dengan dibangunnya infrastruktur yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Padahal realitas/kenyatannya dari rakyat, oleh pejabat dan untuk kapitalisme. Asuu memang! Bayangin deh "
Kala itu, cinta bertahta di atas mahkota mu, kau berlarian bak orang gila yang baru keluar dari rumah sakit jiwa. Aku menatapmu penuh candu, cinta telah merampas segala duka lara yang bersemayam khusu didalam tubuh. Berjuta detik yang terbelangkai, jarum jam tak beraturan, adalah satu dari sejuta bahasa hati yang telah berjalan. Maffa, 01 Agustus 2021 ~Jejak Langkah~
Kata tak bisa merubah apapun, selama tindakan masih takut untuk bertindak, kata tak bisa merubah apapun, jikalau kau bermimpi dan tak pernah bangun, puisi mu hanya mampu menumbuhkan api, tapi tak mampu menurunkan hujan, selamanya anak muda akan terbakar, jika BBM tak semahal sekarang  Kita hidup di jaman yang menjanjikan, menjanjikan para pelaku pelanggaran HAM bebas keluar masuk, siapa yang membunuh?, dan siapa saja yang terbunuh? Sisa-sisa orba malah makin ganas, sejarah di buat membelakangi kiblat, keparat, segala tipu muslihat dibanjiri air mata Cinta, ekonomi, kesehatan, pengangguran, tak ada yang terselamatkan Maffa, 07 Juli 2021 ~Jejak Langkah~

Puisi: Melukiskan Kebebasan

Aku bersamamu di sini, di Negara ini, Negara yang akan selalu siap mencekik tanpa membiarkan kita untuk benar-benar terjaga. Aku bersamamu di sini, di Bumi ini, Bumi dengan segala kegaduhan yang semakin panas dan tiada henti diperkosa. Aku bersamamu di sini, berbagi tragedi dan resah yang kebingungan menemukan muaranya. Aku bersamamu, berusaha tetap menjaga kesadaran dan ingatan akan orang-orang yang mati, orang-orang yang dilupakan atau orang-orang yang tak dianggap ada. Bukan untuk terjebak dalam distopia masa lalu, namun kita ada untuk membuktikan bahwa perlawanan tidak selesai hanya dengan paranoia yang dicipta penguasa. Kita tak lagi percaya dongeng, di mana seorang eskapis bercerita tentang perubahan yang jatuh dari langit ketujuh menjelma kerangkeng agama.  Kita tak lagi percaya rayuan, ludahi mereka yang berkata pemilihan umum dapat menyelesaikan problematika. Kita bersama, aku dan kamu, tanpa penindasan dan siap menginjak kompromi sebagai konsekuensi akhir dari omong kosong is

Senjakala Kota

Sore ini, senja begitu sunyi ditelan waktu. Tunas yang tadinya mulai tumbuh, tak menyisakan rindu untuk bermekar. Angin begitu ribut, daun-daun kering, ranting patah. Aku terperangkap di balik senjakala kota yang begitu dingin, kehangatan bagai petir yang menyambar, menembus dada, menghancurkan raga. Mantra membeku, puisi menyendiri, tak tersisa menyisakan bahasa. Selamanya, aku akan kembali ke pelukan senjakala kota yang membunuh rasa tanpa harus berdamai Maffa, 28 Juni 2021 ~Jejak Langkah~

Puisi: Kegilaan dan Cinta

Linglong Mata mu Anugerah cinta Pusat semesta Malam itu Aku mengikutimu dari beranda rumah hingga di taman kota Kita menyusuri jalanan yang penuh debu Selokan dengan tikusnya Keparat dengan jas merahnya Sungguh gila Diam-diam aku menulis mu dalam angan Kepala sesak dengan mata mu Aku menatapmu penuh dalam Tapi kau tak bisa membacanya Akh sial Kita seperti anak kecil Mencoba berlari  Tapi masih saja jatuh Lari dan lari Tak pernah selesai Tuhan ada di tengah-tengah kita Memupuk cinta dan kegilaan bersama Maffa, 28 Juni 2021 ~Jejak Langkah~

Sederhana

Gambar
Di sebuah negeri, puisi beterbangan ke rumah-rumah pemilik hati, rasa yang perlahan mengeja diksi, merangkai kata seindah mawar atau seharum kasturi hanya untuk hati yang tak pernah pulang ke pemiliknya. Dan aku tak bisa menjadi Majnun yang setiap saat harus menulis syair cinta kepada Layla, aku juga tak bisa menjadi seperti Cleopatra yang di bumihanguskan oleh cinta. Cintaku sederhana; sesederhana embun pagi yang jatuh di kelopak mata mu dikala itu. Maffa, 04 Juni 2021 ~Jejak Langkah~

Puisi: Abadi

Di kau  Setelah terbang bersama angan ku Serupa butir pasir terjaga dalam genggaman Harapan dan kenyataan yang berserakan Mencoba menemukanmu kembali Tapi tak bisa  Kau perlahan tenggelam bersama senja di sore itu Kemudian hilang sepenuhnya Kau  Senyum mu  Telah merobek pusat cinta Memahat poros semesta Kau  Akan selalu terlukis indah Di setiap bait sederhanaku  Selamanya  Di bawah kipasan cenderawasih Aku terus mencari mu  Menyusuri beranda rumah  Sekolah  Hingga menjelajahi sosial media  Kau  Serupa kasiruta Abadi dalam dada Seutuhnya Seutuhnya abadi Kie matubu tanpa waktu Gamalama dengan candu Halmahera penuh rindu Aku terus mencari mu Tapi kau begitu sunyi di danau tolire Berlarian diatas mawar yang berduri Lalu menabur melati di jere Maffa, 30 Mei 2021 ~Jejak Langkah~

Puisi: Hilang

Di persimpangan ingatan yang mulai memudar Rambu lalu lintas menikam rindu sepintas Antara pantas dalam ikrar Dan ingkar ketika puas Gemintang terlalu jauh untuk digenggam  Kita tak pernah sesuai dengan poros bumi Seperti kutub utara dan selatan Cinta kita membeku dibawah terik mentari Mentari menari menanam duka Burung cenderawasih mengheningkan cipta Kesadaran tenggelam menyelami luka Lara mengikis sisa temu menutupi mata Hujan masih saja turun membasahi semesta  Menghapus jejak yang pernah ada Perlahan mengguyur duka yang masih saja tersisa Perlahan, perlahan, perlahan hilang dan terbiasa Maffa, 04 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~

Puisi: Tragedi Rahim Semesta

Tragedi duka kian tenggelam dipusaran waktu Menjelma angkara ditepian pantai Maffa Ombak menabrak karang yang tak lagi mengarang  Burung gagak mematok raga yang tak lagi bernyawa  Tragedi berdarah diatas tinta sejarah Atas nama sedarah tumpah darah Atas nama sumpah  Semua menjadi patah dalam pepatah Sampah!! Kita adalah manusia  Kita adalah reinkarnasi Adam dan Hawa Bukan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, maupun Budha Kita bukan iblis tapi kita semua manusia Atas dasar cinta kita hadir dalam rahim semesta Kemanusiaan diatas segalanya Nyawa tak bisa dibeli dengan harga apapun Kita adalah saudara  Satu darah dari jalur Adam dan Hawa Maffa, 29 September 2021 ~Jejak Langkah~

Puisi: Menjelma Sunyi

Di ambang batas kota tua Kie Raha Angin mengambang dalam sesaknya dada prahara Awan menari di bawah teduhnya sang langit nestapa Semesta tertawa di atas amarah sang senja Senja hilang Hilang dari dekapan malam sebelum purnama menembus pagi Sebelum mawar tumbuh dan mekar disamping rindu yang beradu Sesudah jingga mewarnai langit-langit puisi penuh ambisi Ambisi hilang Hilang dari senyum yang pernah mengukir dinding-dinding mimpi Tersenyum lepas tanpa batas  Menghempas ke udara kelas kapas Teralienasi di ruang-ruang patah hati Mengubur lara dikeheningan kata pasti Ada yang hilang Hilang ditengah hutan rindu menjelma sunyi  Menjelma terik yang kian membakar ilalang malang  Menjelma irama tanpa bunyi Maffa, 16 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~
Jangan biarkan ketakutan menguasaimu, untuk mu yang tak pernah mau tunduk pada sistem yang dzalim. Jangan biarkan kematian menakutimu, aku, kau, dan kita yang terus hidup. Jika kau menemukan keputusasaan, jalan apa yang akan kau lewati? Jangan lupa mampir di warung kopi hahaha
Udah pada bangun kan? Sekarang giliran gua tidur. Jaga baik-baik tuh siang, tadi malem mah aman.

Puisi: Satu Yang Sempurna

Kau Tempat pulang dalam petualang Tempat menimbun kasih dibawah lereng gamalama Tempat bersandar dikala lelah pendakian Kau  Satu yang menyatu Antara senja yang menyatu dengan panorama  Atau langit yang bermesraan pada purnama Kau  Adalah puncak yang membumi Yang berbeda dari alang-alang gunung kie matubu Yang lebih indah dari bunga sakura dimusim semi Kau Satu yang sempurna Dalam perjalanan yang beragam Dalam rasa yang tenggelam Maffa, 22 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~ Oiya, buat yang pengen tau keseharian penulis, follow aja sosmed di bawah ini...  Followaksarajingga21.blogspot.com Follow Facebook: Alfan M Baba Faroek Follow Instagram: @aksrjin

Ilalang Yang Hilang

Penulis : Alfan I. Djabar  Pada malam-malam ganjil nan gigil Di sebuah tempat beranda gubuk tua Aku menyusuri mu dari ilalang yang hilang Kau memahat ku dengan senyuman yang paling indah ku kenang Terbentang kesemak belukar Menyisakan rindu yang belum sempat terbayar Terus saja mengikuti kata hati Karena yang sejati tak pernah mati Terbang saja yang tinggi Sampai tidak ada orang yang bisa menangkap mu bahkan aku sekalipun Kau Ketika purnama melaju ke langit Kau hadir bersama gemintang yang jatuh ke bumi Meratapi nasib tanah yang di kapling oleh korporasi Dari para buruh yang kurang nutrisi Kau Tiada dalam sadar  Hadir dalam lelap Kau mengetuk hingga ke mimpi ketika rasa telah tertidur Malam begitu panjang ketika impian dan kenyataan beradu manja di tempat tidur Rindu mengalir dari bantal-bantal Dari selimut yang tak bertuan Dari alas tikar yang merindukan kepulangan Dingin malam ini Menyapu bersih segala harap yang tersimpan rapi ditulang rindu penuh candu Napas sesak Mata mulai redup

Puisi: Hari Tua

Malam ini  Ketika mata tertutup Pintu tertutup Jendela tertutup Ada rindu yang menyelinap disela-sela rumah Masuk melalui atap yang hampir roboh Lalu mendobrak raga Memporak-porandakan dada Malam ini Masakan mama di dapur  Dan kepulan asap di tungku Menjadi kumpulan rindu yang menyatu  Bara api yang menyala-nyala Mengisahkan kisah yang tak pernah padam Tentang seorang pria tua dan sebatang rokok filter  Yang masih mengisi ruas-ruas sepi dipekarangan lavender Hari sudah mulai petang Separuh semesta hilang Hanyut dilaut banda Pergi bersama keranda Ada kisah yang kandas dibatu karang Nyiur melambai kaki terbuai Samudera terbentang  Gerombolan ombak berandai Berandai di pekatnya malam Perlahan rasa ikut tenggelam Cakrawala memendam amarah dalam-dalam Lalu menyelam dengan diam Diam penuh ketidakpastian  Antara hati yang masih bergetar Dan relung jiwa yang membakar kehidupan Di tepian abu kayu bakar Maffa, 14 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~ Oiya, buat yang pengen tau keseharian penulis, follow

Gara-gara Gadget

Gambar
Lihatlah mereka; kawan-kawan ku. Yang sibuk dengan gadget masing-masing. Padahal sedang duduk bersama, tapi kerasa sedang berbeda dunia hahaha Lihatlah mereka; kawan-kawan ku. Teknologi telah menyihir mereka, seperti hidup di dunia sihir Harry Potter Lihatlah mereka; kawan-kawan ku. Yang tidak punya pendirian diatas kaki sendiri, yang berjalan tanpa tujuan, yang berhenti ditengah jalan, yang tak mau berjuang, meski harga diri telah dilacuri oleh sistem pemerkaos Lihatlah; jangan cuman dilihat, bergeraklah untuk keselamatan semesta yang menua.  Maffa, 21 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~

Cacian Hujan

Gambar
Hujan akan segera turun  Tapi rindu masih saja tergantung Hujan akan segera membasahi semesta Tapi tanah telah dibasahi air mata rakyat yang di tindas  Hujan akan segera mengguyur kota Ternate Tapi banjir bandang telah mengguyur hutan Halmahera Hujan akan segera mematahkan ranting pohon yang kering Tapi negara telah patahkan harapan rakyat kecil Maffa, 21 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~ Oiya, buat yang pengen tau keseharian penulis, follow aja sosmed di bawah ini...  Followaksarajingga21.blogspot.com Follow Facebook: Alfan M Baba Faroek Follow Instagram: @aksrjin

Puisi: Aku dan Negara

Gambar
Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Aku terbunuh sunyi  Di tengah para pejalan kaki Hampir saja aku mati  Oleh kebijakan kaum birokrasi Kapitalis berwajah manis Seperti kaum komunis Negara jadi fasis Agamais dan statis Instruksi berbasis celaka Jalan di tempat tak bergerak  Demokrasi tak lagi bermakna Pancasila hilang seketika Parlemen ajang pameran Konstitusi buangan Politik tuan untuk kekuasaan Bukan kesejahteraan Maffa, 01 Juli 2020 ~Jejak Langkah~ Oiya, buat yang pengen tau keseharian penulis, follow aja sosmed di bawah ini...  Followaksarajingga21.blogspot.com Follow Facebook: Alfan M Baba Faroek Follow Instagram: @aksrjin

Puisi: Jalan Pulang

Gambar
Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Pada segala aksara yang menggoyah sadar Ribuan mantra keluar dari sangkar Jutaan penangkal gagal sakral Satu persatu jiwa kembali fatal  Aku kembali Merakit langkah dalam patah Mencari ayah dikeheningan rekah Menjelma hujan membasahi tanah Menyusuri pepatah belantara memanah Aku kembali Memahat senyum dibalik hajat Keinginan langgar pamali Caci maki yang menghujat Aku kembali Mengubur lara mengobati luka Memendam yang tak seharusnya terpendam Tenang  Lapang  Ikhlas Lepas Aku kembali Mencari jalan pulang Antara ikhlas yang belum tuntas Dan pergi yang tak pantas Aku kembali Dalam raga tak berpenghuni Dalam hati hampir mati Aku kembali Pulang Maffa, 08 Oktober 2021 ~Jejak Langkah~ Oiya, buat yang pengen tau keseharian penulis, follow aja sosmed di bawah ini...  Followaksarajingga21.blogspot.com Follow Facebook: Alfan M Baba Faroek Follow Instagram: @aksrj

Puisi: Harmoni Mama

Gambar
Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Ayunan indah telah tua menutup usia  Harum lavender dikepalanya  Perlahan meninggalkan jejak dari rumah Angin membawanya tak terarah Disana  Ada iklhas berselimut tangis diperantara kamar Mencoba keluar dari sesak duka yang samar Air mata gagal menalar Tuhan Adakah tangis yang paling tulus dari seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya? Tuhan  Adakah puisi yang paling indah ku baca daripada tulisan sederhana yang di tulis mama pada kertas putih selepas kepergian papa? Mama Tulisan sederhana mu itu mengalahkan para penyair cinta  Mampu membumihanguskan semesta Teriris dalam kesakitan  Kuat dalam keterpurukan Kau mama Satu dari jutaan bintang yang begitu cahaya  Harmoni mama menembus hingga langit ketujuh Terbentang ke angkasa mengiringi duka dalam luka Menjelma cinta antara rindu dalam ketiadaan Atau pergi dalam kedamaian Maffa, 20 September 2021

Puisi: Nur Muhammad

Gambar
Penulis : Alfan I. Djabar (Anggota Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK)-Federasi Muda Kerakyatan (FMK), Komunitas Bintang Merah) Dua belas rabiul awal tahun gajah  Berhala-berhala di kota sejarah itu jatuh ke tanah  Cahaya menyelimuti seluruh langit Mekkah Kala itu telah lahir seorang kekasih Allah dari rahim Aminah bersama Abdullah Wahai Rasulullah  Aku mengenal mu  Dari kisah-kisah yang dibumbui rasa manis hingga yang paling pahit  Aku mengenalmu  Dalam perjalananmu dari bumi menuju Sidratul Muntaha Dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa Aku mengenalmu  Meski tak pernah berjumpa dengan mu Aku mengenalmu Dari akhlak mu yang begitu mulia Dari cahaya yang begitu berseri diwajah mu Wahai Rasulullah Aksara demi aksara ini tak mampu menulis sosok mu yang begitu agung Yaa Rasullullah Bukan hanya ibadah spritual yang kau ajarkan kepada manusia Kau juga mengajarkan kepada manusia tentang ibadah sosial Kau mengangkat derajat perempuan yang telah lama diinjak-injak dikalangan penduduk