Puisi: Pemburu Sepi

Dalam tenang yang menuai candu
Perlahan aksara jingga meruntuhkan dinding-dinding rindu 
Satu persatu kata mulai dipecundangi ilusi
Puisi demi puisi hanyalah taman bunga yang nampak layu dan basi

Menyatu dan lenyap bersama mimpi
Angan terkubur selamanya
Hei... Si pemburu sepi
Masih kah kau apatis dan tak mau peduli padanya?

Taburan melati dimakam itu tanda duka yang berdarah-darah
Kelopak mawar tak pantas kau samaikan dalam sukmanya
Ia lebih berharga dari bunga-bunga api yang pernah jatuh ke tanah
Pemilik dari senyum Rinaya

Lorong rindu kini beranak pinak dihati
Hati yang terjebak dalam nostalgia masa lalu
Dalam harap yang menanti 
Hingga pada sadar yang dibunuh malu

Kala itu
Genggaman jemari yang menari-nari
Nafas berparas mentari
Telah membumi hanguskan aku

Kini
Musim telah jauh berubah
Daun-daun banyak berguguran
Ranting-ranting banyak yang patah

Patah ditengah badai membuat segala harap hilang
Kita menjadi pohon-pohon yang tumbang sebelum ditebang
Akar terkubur dalam padang pasir lalu saling memburu
Memburu lupa untuk tetap hidup hingga menjadi pemburu

Pemburu sepi
Serpihan duka adalah sebuah tanda tanya tanpa jeda kepada Ilahi
Ruang waktu adalah tempat membenah diri 
Menemui mati mencari yang sejati



Maffa, 01 Februari 2021
~Jejak Langkah~

Komentar

Bakti Terakhir Untuk Ayah

Bakti Terakhir Untuk Ayah (Part 3)