Senjakala Kota

Sore ini, senja begitu sunyi ditelan waktu. Tunas yang tadinya mulai tumbuh, tak menyisakan rindu untuk bermekar. Angin begitu ribut, daun-daun kering, ranting patah. Aku terperangkap di balik senjakala kota yang begitu dingin, kehangatan bagai petir yang menyambar, menembus dada, menghancurkan raga. Mantra membeku, puisi menyendiri, tak tersisa menyisakan bahasa. Selamanya, aku akan kembali ke pelukan senjakala kota yang membunuh rasa tanpa harus berdamai


Maffa, 28 Juni 2021
~Jejak Langkah~

Komentar

Bakti Terakhir Untuk Ayah

Pentingnya Sekolah Literasi Untuk Generasi Maluku Utara

Westernisasi Di Lingkungan Akademik; Kritik Logika Dan Filsafat Tubuh

Misteri Di Negeri Mahabbah