AKSARA PURBA DI BUMI AL-AQSA (PALESTINA)

Penulis : Alfan I. Djabar

                               WallHere

Jauh di Timur semesta, seorang pemuda bertanya kepada Nun (salah satu bukit ghoib di alam semesta).

"Wahai bukit Nun, dimanakah aku dapat menemukan Aksara Purba yang telah lama hilang dan terkubur?".

"Engkau tak dapat menemukannya" jawab bukit Nun dengan singkat.

"Kenapa aku tak dapat menemukannya, tolong beritahu aku dimana letaknya" anak muda itu dengan nada memohon kepada bukit Nun untuk diberitahu letak dari Aksara Purba.

Bukit Nun pun kemudian memberitahunya dengan memberikan sebuah wejangan, suasana ini terlihat sedikit keramat dan amat sakral. Setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, anak muda ini langsung bergegas mencari tempat yang diberitahukan oleh bukit Nun. 

Sang pemuda pun mulai berkelana, melintasi waktu dan ruang, dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Setelah berkelana cukup lama, dengan melintasi Segitiga Bermuda, dan Kutub Utara. Mendapatkan banyak tantangan dan rintangan. Hingga pada akhirnya ia tiba pada suatu tempat yang tandus dan bergurun pasir. 

Sesampainya di tempat yang tak berkehidupan ini, bahkan hewan pun tak dapat hidup lama di sini. Pemuda ini kemudian melakukan sholat di atas padang pasir. Angin berhembus, dan matahari kian terik. Pemuda ini masih saja tetap khusu sekalipun di bawah sinaran matahari.

Seusai sholat, ia pun bangkit dari tempat duduknya. Sembari melihat disekeliling, barangkali ada petunjuk mengenai dengan letak dari Aksara Purba. 

"Aku cukup haus" ucap sang pemuda dengan nadanya yang lirih dan sedikit tak bertenaga. 

Tak terasa pemuda tersebut telah berjalan sejauh ratusan ribu mil atau bahkan sudah sampai jutaan mil, dan itu yang membuatnya cukup kehausan dan menguras banyak tenaga. Ditambah matahari yang masih setia menyinari, dan pepohonan yang sangat jarang ditemui bahkan sulit tumbuh di tempat seperti ini.

Setelah mencari air cukup lama, pemuda tersebut tak kunjung menemui air yang dicarinya. Ia kemudian teringat salah satu wejangan yang disampaikan oleh bukit Nun.

"Bacalah sholawat sebanyak tiga puluh tiga kali, jika anda berada dalam posisi kelaparan ataupun kehausan, dan disaat itu anda tidak mempunya apa-apa (makanan ataupun minuman)" ingatan sang pemuda terhadap wejangan dari bukit Nun.

Sang pemuda kemudian sudah tak merasa haus lagi, setelah mengikuti wejangan dari bukit Nun. 

Di lain tempat, Aksara Purba yang pernah terkubur, terlahir kembali dan menggoyahkan langit. 

Kembali di padang pasir, setelah kondisi pemuda tersebut kembali pulih (tak merasa haus dan sudah bertenaga), ia kemudian melanjutkan perjalanan. Meninggalkan gurun dan menuju ke arah barat. 

Malam, pagi, siang, waktu terus berjalan. Musim gugur, musim semi, musim salju, musim hujan, musim panas, dan musim terus berganti. Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Sang pemuda dengan langkahnya yang masih setia menginjak tanah, terus menyusuri jejak-jejak Aksara Purba. Menyelusuri hutan belantara, menapaki bumi tak terhenti. Hingga pada suatu malam, ia tiba di bumi Al-Aqsa (tempat Aksara Purba bersemayam).

"Dimana tempat ini?" tanya anak muda itu dalam hatinya.

"Inilah Al-Aqsa wahai anak muda, negeri yang pernah diceritakan" jawab suara dari penjuru langit

Anak muda ini pun mengingat Al-Aqsa dimasa silam, sebelum menjadi kelam seperti sekarang ini. 

"Ini adalah tanah yang di sucikan, setelah Mekkah dan Madinah. Ini adalah tempat kiblat pertama ummat Islam, dan masih banyak lagi hal-hal suci yang lahir dari tempat ini" di dalam ingatannya anak muda. 

"Kenapa bisa jadi seperti sekarang ini" anak muda ini pun terpukul dengan kenyataan yang ada di depan matanya.

"Wahai anak muda, apa yang kau cari di tempat ini?, apakah kau tak lihat di depan sana saudara-saudaramu dibunuh, dan kau masih berdiri di sini?" Suara ghoib kembali menggema di langit

"Aku sedang mencari Aksara Purba" jawab anak muda tersebut.

"Sesungguhnya Aksara Purba yang kau cari telah menyatu dan bersemayam bersama tetesan darah para syuhada yang membanjiri tanah Al-Aqsa" jawab suara ghaib.

Pemuda itu pun termenung, dan kembali tersenyum. Ia kemudian berkata

"Jika demikian, biarkanlah aku menulis Aksara Purba dari tetesan darah yang pernah tumpah di bumi Al-Aqsa. Biarlah aku menjadi pena dari tulang belulang anak-anak belia yang dibunuh oleh zionis. Dan biarlah aku menjadi salah satu, yang menuliskan kisah tragis dan penuh perjuangan pembebasan untuk Al-Aqsa".


#SavePalestina
#SaveGaza



Oiya, buat yang pengen tau keseharian penulis, follow aja sosmed di bawah ini... 






























Komentar

Bakti Terakhir Untuk Ayah

Pentingnya Sekolah Literasi Untuk Generasi Maluku Utara

Westernisasi Di Lingkungan Akademik; Kritik Logika Dan Filsafat Tubuh

Misteri Di Negeri Mahabbah