Bakti Terakhir Untuk Ayah (Part 3)
Penulis : Alfan I. Djabar
Part 3Siang yang begitu terik, seakan matahari ikut membakar harapan dan kenangan yang akan menjadi api bagi setiap sumbu yang sengaja dinyalakan. (Introduction)
Setelah usai sang istri berbincang dengan suaminya, lalu sang suami pun istirahat dengan kondisi yang masih lemah lesu.
"Malam datang dengan cepat, tidak seperti biasanya. Atau jangan-jangan hanya perasaan ku saja yang tidak biasa." Pikir Fan.
Pukul 20.20 WIT, setelah selesai sholat Isya Fan menghadiri tahlilan yang diadakan oleh salah satu warga setempat. Di tempat yang lain (rumah) sang ayah sudah dalam kondisi dan tingkah laku yang tidak seperti biasanya, dan di jaga oleh istrinya, Nanco, dan dua orang keponakannya. Fan tidak tahu kalau sang ayah sudah dalam kondisi terpuruk. Setelah acara tahlilan selesai, Fan langsung bergegas pulang ke rumah, dengan berjalan kaki, sekalipun suasana di kampungnya gelap gulita, tak ada penerang jalan, sepanjang perjalanannya.
Sesampainya didepan rumah, Fan mengucapkan salam (seperti apa yang telah diajarkan Islam) lalu perlahan berjalan masuk kedalam rumah sederhana itu.
Obrolan di dalam rumah begitu ramai, meskipun hanya segelintir orang yang datang menjenguk, dan Fan tidak melihat wajah satupun dari mereka yang datang menjenguk. Obrolan didalam rumah terus berlanjut, hingga akhirnya diputuskan untuk membawa ayah Fan ke Puskesmas terdekat.
Berangkatlah ayah dari ketiga anak itu ke puskesmas, yang di dampingi oleh beberapa tetangga dan saudara. Setibanya di puskesmas, pihak dari puskemas lalu bergegas membawa ayah Fan ke ruangan perawatan. Akan tetapi di puskesmas tersebut kekurangan alat, dan peralatan medis lainnya. Sehingga ayah Fan mau di rujuk ke Rumah Sakit, tetapi lantaran waktu itu masih dalam situasi covid-19, membuat ayah Fan tertahan untuk di rujuk karena harus di cek terlebih dahulu dan alasan lain sebagainya. Padahal nyawa lebih penting dari apapun, pelayanan kesehatan yang melihat uang membuat nyawa manusia tidak ada artinya dibandingkan uang. Hingga akhirnya ayah Fan menghembuskan nafas terakhir di malam itu.
Kau (ayah), kau mengajari kami bagaimana caranya hidup, tapi kau lupa mengajarkan kepada kami bagaimana caranya hidup tanpa mu.
Kau (ayah), sungguh kau telah menumbuhkannya dengan sempurna.
Di balik semua ini, ada seseorang yang paling merasakan kehilangan sang ayah, dia yang berada di posisi merantau dan mendapat kabar bahwa ayahnya telah kembali kepada pelukan sang pemilik alam semesta. Tapi ia memilih diam dan tak meneteskan air mata di saat menatap jasad sang ayah. Iya, dialah orang yang paling patah dan kering di musim semi.
Bersambung...
Maffa, 24 Februari 2023
~Jejak Langkah~
Komentar
Posting Komentar