Bakti Terakhir Untuk Ayah (Part 2)
Penulis : Alfan I. Djabar
Part 2
PROLOG "Kedua anak laki-laki (Fan dan Nanco) di hari itu adalah hari terakhir mereka untuk berbakti kepada sang Ayah"
Hari ini matahari bagitu terik, tidak seperti beberapa Minggu yang lalu. Beberapa Minggu yang lalu (tanggal 12 Agustus 2021) cuaca di negeri Alifuru begitu buruk. Hujan turun tiap menjelang pagi hingga siang hari, ditambah angin barat yang selalu menjadi hambatan para petani kopra untuk pergi ke kebun, dan para nelayan yang ingin melaut
Di balik cuaca yang tidak bersahabat dengan alam dan manusia di waktu itu, Fan dan Nanco sering mengikuti ayah mereka untuk pergi ke kebun kelapa yang terletak di Rewele (salah satu nama kebun di negeri Alifuru). Suatu ketika di waktu yang paling sunyi, langit yang tadinya cerah berubah menjadi awan gelap dan mulai menetaskan air matanya melalui hujan. Kebun Rewele menjadi saksi kelam atas peristiwa tak kasat mata itu
Sekitar pukul 17:30 Sore (WIT) Fan dan Ayahnya pulang dari kebun dengan berjalan kaki. Selama perjalanan, di dalam hati Fan, Fan merasa bahwa ayahnya sudah tidak lama lagi akan pergi meninggalkan dunia ini. Kemudian Fan berkata didalam hatinya
"Mungkin ini hanya bisikan Iblis"
"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah" sambung Fan didalam hatinya.
Dengan perasaan yang tidak enak, Fan kemudian bertanya kepada ayahnya
"Ayah, apakah ayah memiliki hutang?" Tanya Fan.
"Iya, ayah memiliki hutang" jawab ayah.
"hutang ayah dimana saja? Tanya Fan balik.
Kemudian sang ayah menjawab lebih lanjut dan memberitahu tempat dimana sang ayah pernah berhutang dan jumlah hutangnya.
Setelah itu Fan merubah topik pertanyaannya
"Ayah kenapa berjalan kaki? Bukankah kita memiliki motor" Fan bertanya kepada ayahnya.
"Supaya perut ayah tidak kembung" jawab ayah spontan.
Jawaban sang ayah merupakan isyarat yang tidak di mengerti Fan pada saat itu. Seandainya Fan memiliki cukup ilmu seperti Umar bin Khattab di waktu itu. Maka wonge segala wonge, coka segala coka, iblis segala iblis, setan segala setan tidak berani menampakkan muka mereka
Setelah 30 Menit perjalan pulang, akhirnya Fan dan ayahnya sampai di rumah. Tiga hari Kemudian ayahnya Fan jatuh sakit, selama ayahnya Fan jatuh sakit. Ibu dari ketiga anak laki-laki itu terus menemani suaminya dalam keadaan suka maupun duka
Meskipun sang Istri punya kesibukan di sekolah, tapi ketika suaminya sakit. Ia kemudian meninggalkan segala urusan duniawi, dan lebih memilih mengurus sang suami yang menemaninya selama ini.
Ibu; Dia adalah seorang ibu yang lebih tinggi kedudukannya dari universitas manapun, gudangnya ilmu pengetahuan. Dia adalah mata air dan muaranya ilmu pengetahuan. Dialah Ibu yang penuh dengan air mata di atas sajadah panjangnya
Selama sang istri mengurus suaminya, ia begitu bahagia karena bersama dengan orang yang di cintainya tanpa sebab. Waktu berjalan dengan begitu cepat, tapi suaminya belum juga sembuh. Sedangkan anak-anak nya; Fan, dan Nanco terus bersama ibu mereka untuk menemani sang ayah. Sementara anaknya yang bernama Dal sedang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan tidak tahu kalau ayahnya sedang sakit
Dal tidak mengetahui ayahnya sakit, karena permintaan ayahnya sendiri. Sang Ibu ingin mengabari kepada anaknya Dal, tapi sang ayah melarangnya
"Yah, aku telpon anak kita Dal ya?. Bilang kalau ayah lagi sakit?" Kata Ibu.
"Jangan, nanti Dal khawatir. Aku tidak mau membuat anak-anak ku khawatir, apalagi sampai mengganggu anak-anak dalam menuntut ilmu, aku tidak mau menjadi penghalang bagi anak-anak dalam mencari ilmu" jawab ayah.
Kemudian sang ibu mengangguk, tanda memahami apa yang di bilang ayah.
Hari demi hari sang ayah juga masih belum sembuh, dan sekarang sudah tanggal 25 Agustus 2021. Mulai dari sini semuanya akan berubah. "Tapi tidak dengan cinta, hati, dan ingatan akan orang-orang yang mati. Orang-orang yang dilupakan, dan atau orang-orang yang mungkin tidak dianggap ada"
Bersambung...
Maffa, 14 Januari 2023
~Jejak Langkah~
Komentar
Posting Komentar