Kanibalisme Negara dan Perburuan Kepala Alifuru

Penulis : El Banilao
Editor    : Jejak Langkah 

                          mural; hak asasi manusia



Hari itu sabtu sore, tanggal 20 maret 2021 mega yang biasanya putih bersih
menyelimuti Jazirah Gowonle, tiba-tiba menjadi awan merah yang kelihatan sangat angker. Pasalnya di tengah senja yang nampak renjana terkulai kisah tragis
pambantaian ketujuh warga Maluku Utara yang mendiami pulau Halmahera, tepatnya
di kecamatan Patani Timur. Ketujuh orang tersebut awalnya menjamah hutan
dengan tujuan mendulang emas di gunung Damuli. Namun nasib naas menimpa
ketujuh orang tersebut. Ketujuh orang tersebut adalah Martawan, Jahid, Anto, Kopda Moh Zeng Tehuayo, Risno Muhlis,Yusuf Kader dan Hi Masani. 

Sore yang menua di daratan fagogofu tersebut menuai tragedi, sialnya tragedi yang menimpa ketujuh warga tersebut berhasil menewaskan tiga warga diantaranya Risno Muhlis,Yusuf Kader, dan Hi Masani. Sementara keempat warga lainnya berhasil menyelamatkan diri. 

Belum lama ini, pada hari sabtu 29 oktober 2022 sekitar pukul 10:00 WIT tepatnya di belakang kampung desa Gotowasi pembantaian masyarakat kembali terjadi, mutilasi seorang warga desa Gotowasi kabupaten Halmahera Timur melahirkan trauma bagi masyarakat. Awalnya korban “Talib Muid” (65 tahun) bersama istrinya “Rabea Ijo” (65 tahun) pergi ke kebun kelapa untuk mengisi kopra. Beberapa saat kemudian korban bersama istrinya sempat memanggil dua orang perempuan paruh baya, Aima Yawul (62 tahun) dan Suraida Yawul (60 tahun) yang saat itu tengah mengambil kayu rotan untuk mampir menyantap kelapa muda. Namun tak berselang lama teriakan (manyele) penyerangan dari OTK menggegerkan mereka. Tragisnya, penyerangan OTK itu berhasil menewaskan Talib Muid yang tak sempat melarikan diri. 

Hingga kini, lembaga kepolisian Maluku Utara belum mampu mengungkapkan
pelaku pembantaian masyarakat Patani.


1. Kelemahan lembaga kepolisian dalam mengungkap kasus pembantaian masyarakat sipil

Kepolisian adalah suatu badan khusus yang ditugaskan negara untuk melindungi, mengayomi, serta melayani masyarakat sipil. Hal ini patut di imani oleh seluruh sentral kepolisian di setiap daerah, parasit yang tumbuh di lembaga kepolisian ini sering mendegradasi tugas serta peran vital kepolisian dalam menjalankan amanat konstitusi seperti yang termaktub dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002. 

Jika kita telaah lebih jauh tugas dan fungsi kepolisian adalah menjamin keselamatan bagi setiap warga negara, karena kepolisian di lengkapi dengan persenjataan yang memadai. Tapi toh, sejauh ini kerja-kerja progres dari lembaga kepolisian masih minim padahal selain difasilitasi dengan persenjataan yang memadai lembaga kepolisian juga di biayai dari retribusi negara. Namun sayangnya banyak dari lembaga kepolisan hanya mengutamakan akumulasi kapital, sehingga tak ayal lembaga kepolisian menjadi lebih antagonis dan hanya ditugaskan negara untuk melindungi kekuasaan modal. 

Lembaga kepolisian kini menjamurkan epidemi krisis moral. Lemahnya lembaga kepolisan dalam mengungkapkan kasus pembantaian masyarakat Halmahera Tengah-Halmahera Timur patut disoroti oleh setiap warga, perkaranya ke tidak efisien lembaga  kepolisian dalam mengungkapkan tragedi pembantaian masyarakat Halteng-Haltim perlu menjadi perbincangan masyarakat. 

Kelemahan lembaga kepolisian ini perlu di
curigai, karena sejauh ini kedok lembaga kepolisian sebagai instansi yang
melindungi masyarakat tidak pernah sedikitpun menyelesaikan konflik sosial
masyarakat, tapi justru sebaliknya lembaga inilah yang melahirkan pembantaian masyarakat. Dan juga pembantaian masyarakat Haltim-Halteng ini jika kita telisik ada indikasi ketidakbecusan negara dalam menjamin keharmonisan masyarakat. Hal yang serupa juga di tuturkan Marx "negara adalah organ kekuasaan klas, organ penindasan dari satu klas terhadap klas yang lain, ia adalah ciptaan tata tertib yang melegalkan dan mengekalkan penindasan ini dengan memodernisasikan bentrokan antar klas". Pada akhirnya negara menghalalkan segala cara untuk menggubris kepentingan kapitalis global.


2. Peran negara dalam memuluskan kepentingan oligarki

Bukan rahasia umum lagi, bagaimana negara kini menjadi monster bagi
rakyatnya, lihat saja pengesahan undang-undang cipta kerja (omnibuslaw) yang
menuai kontroversi tidak digubris oleh negara. Karya agung negara ini dialamatkan untuk mengurangi pembengkakan pengangguran dan diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi setiap warga.

Pengesahan Omnibuslaw yang tidak memperdulikan azaz hukum "lex superiori deroget legi inferiori."(ketentuan yang lebih tinggi mengesampingkan ketentuan yang lebih rendah) telah menjadi bumerang. Pasalnya pemberlakuan undang-undang cipta kerja ini akan memuluskan investor asing leluasa mengeksploitasi sumber daya alam suatu daerah. Apalagi kebijakan ini lahir ditengah-tengah krisis kapitalisme, kondisi ini akan menciptakan marginalisasi kehidupan masyarakat. Ditambah lagi diskursus RKUHP (Rancangan kitab undang-undang hukum pidana) yang telah di sahkan hari ini 6 desember 2022 mereinkarnasi orde baru. 

Pengesahan RKUHP yang tidak melibatkan partisipasi publik menjadi petaka. Pasal-pasal yang anti demokrasi, membungkam kebebasan, diskriminasi dan mengancam kehidupan masyarakat telah di sahkan. Pasal yang bermasalah seperti pasal 256, 413, 188 dan masih banyak laki pasal-pasal bermasalah dalam KUHP yang mendiskripsikan bagaimana negara berusaha mengecilkan ruang domokrasi bagi rakyatnya. 

Kondisi ini memperlihatkan negara
sebagai alat kaum pemilik kapital untuk mengakumulasi surplus baik secara
lokal, nasional maupun internasional. Sehingga kekuasaan tertinggi dalam
masyarakat adalah pemilik kapital. 

Olehnya itu seperti yang di riwayatkan oleh Dr. Darsono prawinoregoro dalam kitab
ekonomi politik dan aksi revolusi. Marx bersabda "Negara merupakan bangunan
atas, yaitu alat pelaksana ide, alat suatu klas yang berkuasa untuk menindas dan
menguasai klas lain, guna mempertahankan dan melindungi kepentingan dan kekuasaan klas yang berkuasa". Maka peristiwa pembantaian di Halteng-Haltim adalah motif utama negara sebagaialat kepentingan oligarki. Banjir darah di hutan Halteng-Haltim bukan takdir dari Tuhan, melainkan realitas negara sebagai alat represifitas manusia.


3. Apa yang seharusnya di lakukan oleh kaum muda

Percaturan politik borjuasi nampaknya mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masrarakat hal ini bisa di lihat dari upaya negara dalam mengejewantahkan kepentingan kapitalis, olehnya itu dari rentetan problem yang di lahirkan negara perlunya suatu gerakan pelopor sebagai kendaraan perlawanan masyarakat.

Situasi resesi ekonomi global yang akan terjadi di tahun 2023 mendatang sebagai
potensi merombak sistem kapitalisme yang mengakar dalam negara. Sebab resesi ekonomi global tersebut bisa melahirkan kemarahan masyarakat, kemarahan inilah yang wajib dimanfaatkan organisasi gerakan sebagai potensi meruntuhkan rezim. Apalagi beberapa waktu kemarin tsunami protes telah digaungkan oleh masyarakat, kesadaran ideologis yang tumbuh di tengah-tengah kemarahan rakyat adalah peringatan bagi kekuasaan. Maka tugas urgen gerakan pelopor adalah memasifkan konsolidasi, advokasi dan mobilisasi sebagai senjata pemusnah arogansi kekuasaan. Dengan begitu cita-cita masyarakat bisa terwujud, hanya dengan revolusi politik,ekonomi dan
kebudayaanlah kesejahteraan bisa dirasakan oleh rakyat.


Komentar

Bakti Terakhir Untuk Ayah

Pentingnya Sekolah Literasi Untuk Generasi Maluku Utara

Westernisasi Di Lingkungan Akademik; Kritik Logika Dan Filsafat Tubuh

Misteri Di Negeri Mahabbah